Jakarta — Terdakwa kasus dugaan korupsi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Gatot Arif Rahmadi, mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator/JC) dalam proses pengusutan kasus pembuatan SPJ fiktif yang merugikan negara puluhan miliar rupiah.
Langkah itu diungkapkan oleh penasihat hukumnya, Misfuryadi Basrie, usai sidang putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (9/7).
“Gatot akan membuka semua perkara terkait korupsi anggaran Dinas Kebudayaan DKI tahun 2023. Kami juga akan mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban),” ujar Misfuryadi.
Tekanan Verbal dan Permintaan “Pasang Badan”
Misfuryadi mengungkapkan bahwa kliennya—yang merupakan penyelenggara acara dari Gerai Production (GR PRO)—mengaku mendapatkan tekanan secara verbal. Gatot bahkan disebut diminta memberikan keterangan palsu demi melindungi pihak-pihak tertentu.
“Termasuk tekanan kepada keluarganya untuk mengaku hal-hal yang tidak dilakukan oleh Gatot, atau kejadian di luar fakta yang sebenarnya,” katanya.
Meski begitu, pihaknya belum bersedia membeberkan siapa saja yang memberikan intimidasi. “Belum bisa kami sampaikan. Nanti dibuka di persidangan,” tambahnya.
Dalam persidangan, Gatot juga secara langsung mengajukan permintaan kepada majelis hakim untuk menjadi justice collaborator. “Saya terintimidasi, yang mulia. Awalnya saya diminta untuk pasang badan,” ujar Gatot di hadapan hakim.
Didakwa Rugikan Negara Rp36,32 Miliar
Dalam kasus ini, Gatot didakwa terlibat dalam korupsi bersama Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana (periode 2020–2024) dan Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Mohamad Fairza Maulana.
Ketiganya dituduh menyusun bukti fiktif dalam pembayaran honorarium seniman dan sanggar seni. Identitas sanggar diduga dipalsukan, dan besaran pembayaran dimarkup.
Jaksa mencatat kerugian negara mencapai Rp36,32 miliar. Dalam dakwaan, disebutkan Iwan diduga menerima Rp16,2 miliar, Fairza Rp1,44 miliar, dan Gatot Rp15,2 miliar dari praktik korupsi tersebut.
Jeratan Pasal dan Ancaman Pidana
Ketiga terdakwa dijerat dengan:
-
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
-
Sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
-
Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
-
Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP
Pasal-pasal tersebut mengatur ancaman pidana berat atas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut.
Potensi Pembuktian Lebih Luas
Pengajuan status justice collaborator oleh Gatot berpotensi membuka jalur penyelidikan baru terhadap aktor-aktor lain dalam kasus ini. Jika disetujui oleh LPSK dan dinilai kooperatif oleh jaksa serta hakim, kesaksian Gatot bisa memperkuat konstruksi hukum sekaligus menjadi alat untuk menjerat pelaku lain.
Sejauh ini, LPSK belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait permohonan perlindungan dari Gatot.