Jakarta — Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu berlomba-lomba menciptakan produk kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT dari Amerika Serikat atau DeepSeek dari China. Menurutnya, arah pengembangan teknologi AI di Tanah Air semestinya tidak sekadar meniru, melainkan menggali potensi unik dari dalam negeri.
“Apakah kita perlu mengembangkan sesuatu yang isinya seperti ChatGPT atau DeepSeek-nya China? Tidak perlu. Karena satu dunia itu hanya butuh satu Google, satu ChatGPT, pada dasarnya,” ujar Handoko dalam forum diskusi di Jakarta, Selasa (9/7).
Fokus pada Mahadata dan Keunikan Lokal
Handoko menjelaskan bahwa kecerdasan buatan pada dasarnya merupakan sebuah alat untuk memanfaatkan mahadata (big data) yang tersedia. Di sinilah Indonesia, menurutnya, memiliki posisi strategis untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dari negara-negara maju.
“Kita harus menemukan hal-hal lain yang memang sumbernya dari lokal kita. Itu akan membuat kita lebih mudah melakukan diferensiasi dan menciptakan daya saing,” ujarnya.
Salah satu aset terbesar Indonesia dalam konteks mahadata adalah kekayaan biodiversitas. Handoko menyebut, saat ini BRIN telah mengumpulkan sekitar 6 juta koleksi data biodiversitas Indonesia, mencakup flora, fauna, hingga mikroorganisme. Data tersebut tersimpan tidak hanya dalam bentuk spesimen fisik, tetapi juga dalam format digital.
“Kita tidak hanya mengonservasi dalam bentuk barang hidup di kebun raya atau Animalium, tetapi juga dalam bentuk spesimen digital,” jelasnya.
AI Lokal untuk Masalah Lokal
Handoko mendorong agar pengembangan AI Indonesia difokuskan pada permasalahan dan kebutuhan lokal, seperti pengelolaan lingkungan, keanekaragaman hayati, kesehatan tropis, dan ketahanan pangan. Dengan demikian, teknologi yang dihasilkan akan lebih relevan, efisien, dan memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh sistem AI negara lain.
“Kalau kita bisa mengembangkan produk baru atau turunan dari pemanfaatan AI berbasis data kita sendiri, itu justru akan memperkuat infrastruktur dan meningkatkan nilai ekonominya,” katanya.
Kolaborasi: Pemerintah, Bisnis, dan Infrastruktur
Lebih lanjut, Handoko menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan penyedia infrastruktur teknologi informasi, terutama jaringan internet dan pusat data, untuk mendorong pengembangan AI yang berkelanjutan.
“Ini tugas bersama. Saya yakin kalau potensi itu dimanfaatkan, akan ada produk-produk baru yang muncul dan justru memperkuat ekosistem inovasi nasional,” ujar Handoko.
Pernyataan ini mencerminkan pendekatan strategis BRIN yang tidak terpaku pada kompetisi global berbasis produk teknologi populer, tetapi lebih kepada penguatan fondasi riset dan inovasi nasional berbasis keunggulan lokal.