Jakarta — Pemerintah melalui Kementerian Sosial menegaskan bahwa proses penerimaan peserta didik di Sekolah Rakyat tidak menggunakan sistem tes akademik seperti lembaga pendidikan formal pada umumnya. Seleksi siswa dilakukan berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), sebuah sistem data yang memetakan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Indonesia secara komprehensif.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul menekankan pendekatan inklusif dan berbasis kebutuhan dalam seleksi ini. “Anak-anak kita ini tidak ada tes akademik. Yang ada adalah berdasarkan basis data DTSEN,” ujar Gus Ipul saat memberikan keterangan di Jakarta, Selasa, 8 Juli 2025.
Menurutnya, DTSEN menjadi instrumen penting untuk memastikan program Sekolah Rakyat benar-benar menyasar masyarakat miskin ekstrem. Khususnya mereka yang berada di desil 1 dan desil 2 dari data DTSEN — kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah.
Proses Seleksi: Datangi Langsung Warga Miskin
Dalam pelaksanaannya, tim Formatur Sekolah Rakyat akan terjun langsung ke lapangan untuk melakukan asesmen. Mereka akan mendatangi rumah tangga yang tercatat dalam data DTSEN, melakukan wawancara, serta memverifikasi langsung kondisi sosial-ekonomi keluarga calon peserta didik.
“Kalau memang nyata-nyata mereka miskin ekstrem, maka mereka diminta kesediaannya untuk mengikuti proses belajar-mengajar di Sekolah Rakyat,” ujar Gus Ipul menegaskan.
Dengan sistem ini, pemerintah berharap akses pendidikan menjadi lebih adil dan merata, terutama bagi anak-anak dari keluarga termarjinalkan yang selama ini sulit menembus sistem pendidikan formal karena berbagai hambatan, termasuk ekonomi dan akademik.
63 Titik Sekolah Rakyat Siap Beroperasi, Target 200 Titik
Per 14 Juli 2025, sebanyak 63 titik Sekolah Rakyat akan mulai beroperasi secara resmi. Sedangkan 37 titik lainnya akan menyusul pada akhir Juli atau awal Agustus 2025.
Rencana ini merupakan bagian dari mandat Presiden RI Prabowo Subianto untuk menambah cakupan Sekolah Rakyat. “Beliau (Presiden) memberi amanah agar jumlah Sekolah Rakyat ditambah dari 100 titik menjadi 200 titik pada tahun ajaran 2025–2026,” kata Gus Ipul.
Tahap selanjutnya akan difokuskan pada perluasan titik-titik Sekolah Rakyat di daerah dengan angka kemiskinan ekstrem tertinggi, terutama wilayah-wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Sekolah Rakyat, Harapan Baru dari Pinggir Negeri
Sekolah Rakyat merupakan inisiatif pendidikan non-formal yang digagas sebagai bentuk kehadiran negara dalam menyentuh anak-anak yang selama ini tersisih dari akses pendidikan dasar. Dengan kurikulum tematik yang membaurkan literasi dasar, pendidikan karakter, serta kecakapan hidup, Sekolah Rakyat dirancang menjadi ruang inklusif yang memberi harapan baru.
Program ini digadang-gadang bukan hanya mencetak lulusan akademis, tapi juga pribadi yang tangguh, produktif, dan mampu bangkit dari jerat kemiskinan.
“Yang paling penting adalah memastikan tidak ada lagi anak miskin ekstrem yang terpinggirkan dari pendidikan hanya karena tidak mampu mengikuti ujian atau tidak punya seragam,” kata Gus Ipul.